Selasa, 17 Maret 2009

Buku Kumpulan Karya Sastra Sheng Yen-Lu versi Indonesia

Dalam "Manifestasi Neraka" karya Buddha Hidup Sheng Yen-Lu, memberikan konsep yang tidak terduga ke pembaca--Setiap orang tidak hanya ada di "kehidupan sekarang", malah pada waktu yang sama juga berada di "kehidupan masa lampau", dan "kehidupan yang akan datang", hanya bayangan di kehidupan sekarang lebih nyata, dan yang membuat orang takjub adalah: neraka tidak hanya ada setelah kematian, tetapi juga terdapat pada orang yang masih hidup, sepasang kaki telah melangkah masuk ke neraka, timbul penderitaan dalam neraka, menjalani siksaan, menerobos ruang waktu, dalam kesadaran tiga perbatasan, apakah seseorang setiap saat menjaga motivasi keinginan dalam hati, itu baru merupakan sebab utama yang menentukan bila neraka menjadi kenyataan.

Di dalamnya terdapat banyak kasus yang membuat orang terkesima, dan lebih jelasnya...menanti Anda untuk menyelusurinya. Milikilah segera!


Minggu, 15 Februari 2009

Antara Istri dan Gundik

Seperti yang kita ketahui bahwa ada empat kata berbunyi demikian,
"Wanita adalah sumber petaka".
Tapi coba renungkanlah,
kalau bukan pria yang memulai berbuat salah,
tidak mungkin wanita adalah sumber petaka.
Mengapa bisa demikian?
Penyebabnya hanya satu kata, nafsu.


Suatu hari, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun datang ke tempat saya untuk berkonsultasi. Sore hari itu cuaca sangat panas, sehingga pria itu terus-menerus mengeluh panas.
Ia minta segelas minuman dingin.
Dengan santai saya mengambil dua gelas besar dan satu gelas kecil untuk diisi minuman dingin. Satu gelas besar kuletakkan di hadapan pria itu, satu gelas besar dan satu gelas kecil lagi kuletakkan di sampingnya.
Pria itu bertanya, "Saya cukup meminta segelas saja, mengapa memberi lagi segelas yang besar dan segelas yang kecil?"
Saya tersenyum, "Meskipun Anda datang sendirian, sesungguhnya ada seorang dewasa dan seorang anak kecil menyertai diri Anda. Bagaimana mungkin saya hanya memberi Anda minum dan mengabaikan mereka?"
Pria itu tertegun sesaat, lalu wajahnya berubah pucat.
"Siapa mereka?"
Saya menjawab, "Seorang ibu dan putrinya."
"Dapatkah Anda mengusir mereka?"
"Sekarang tidak bisa, tapi akan saya coba."
Pria itu berkata, "Hari ini saya kemari memang untuk menanyakan hal ini. Semoga kesulitan ini dapat teratasi."

* * *

Pria ini bernama Wang Deng. Ia cukup terkenal di kalangan industri, dan namanya sering muncul di majalah bisnis. Perusahaan yang dikelolanya terkenal di dunia internasional maupun lokal. Orang semacam dia tentu menarik perhatian banyak wanita. Mereka ingin mendekatinya serta menyerahkan diri padanya.
Wang Deng mempunyai harta yang berlimpah, sukses dalam tahta dan harta.
Penampilan priyayinya mengundang rasa kagum banyak pihak. Di sisinya sering terdapat wanita yang sengaja ingin mendekati, termasuk sekretarisnya.
Wang Deng sendiri sudah menikah dan mempunyai anak. Keluarganya cukup harmonis. Ia sendiri sangat memperhatikan keluarga, juga sangat peduli pada pendidikan anak-anaknya. Dirinya amat mengutamakan karir, sehingga boleh dikata semuanya berjalan cukup sempurna.
Ia juga tahu bahwa ikatan pernikahan antara pria dan wanita sudah ditakdirkan. Jika seseorang merusak hubungan garis takdir ini, maka hubungan cinta dan etika antara pasangan suami-istri akan rusak. Kalau sudah telanjur rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi, manusia tidak lagi berbeda dengan hewan.
Selain itu, betapa pun pandainya seseorang menjaga rahasia — dikira tidak bakal tercium bau busuk, bagai kulit telur yang tak ada garis sambungan — yang namanya skandal, suatu saat bakal terkuak dan cepat tersebar luas. Nama baik segera tercoreng dan akan kehilangan muka pula.
Oleh sebab itu, Wang Deng amat waspada.
Suatu ketika Wang Deng menghadiri pertemuan di daerah yang jauh. Seorang wanita muda secara khusus ditugaskan untuk melayani kebutuhan dirinya. Ia sangat terkejut begitu melihat wanita itu, sebab wajahnya amat mirip dengan kekasih cinta pertamanya.
Wang Deng bercerita tentang mantan pacarnya itu.
Sambil tersipu malu wanita itu berkata, "Seandainya saja saya adalah dirinya."
Wang Deng memperhatikan nametag wanita itu, namanya Yang Xin.
Yang Xin sangat telaten melayani Wang Deng. Dalam beberapa hari saja Wang Deng telah menaruh simpati pada Yang Xin.
Wang Deng memuji Yang Xin, "Pelayanan Anda sangat bagus."
Yang Xin menawarkan diri, "Asalkan Anda senang, apapun dapat saya lakukan."
Perkataan inilah yang membuat hati Wang Deng terombang-ambing. Tubuh rampingnya, senyuman manisnya, jiwa mudanya, wangi tubuhnya, kepolosan hatinya, semua ini tak dapat ia temukan pada diri istrinya.
Manusia terlahir dari nafsu birahi, oleh sebab itu bawaan nafsunya masih kuat. Wang Deng bukanlah boneka kayu, ia juga mempunyai nafsu, hanya saja norma etika membatasi dirinya.
Suatu malam....
Dengan alasan menyerahkan dokumen penting, Yang Xin tiba di hotel tempat penginapan Wang Deng.
Kemudian, mereka berdua melakukan hubungan yang tidak pantas.
Begitu Wang Deng terpeleset satu langkah, dirinya segera terhempas ke dalam jurang kesengsaraan.

* * *

Kesenangan sesaat menyebabkan penderitaan tiada akhir.
Yang Xin kemudian hamil dan melahirkan seorang putri.
Kertas tak mampu membalut api, dan skandal ini pun segera terkuak.
Demikianlah,
Tiada gadis tahan dinoda
Nama baik terancam bahaya
Menanggung malu di hadapan sanak saudara
Pertikaian terikat selamanya
Di pihak istri resmi Wang Deng
Pasangan mana tak mendambakan hidup langgeng
Kasihan kini menyendiri di kamar
Sepasang unggas terpisah di telaga indah
Takkan lagi terbang berdua
Kini segala harapan sirna
Tiada lagi yang dapat dibanggakan
Tekanan kian melanda
Akhirnya berseteru dalam karma
Saya sendiri merasa bahwa dunia ini penuh dengan pertikaian antara sesama wanita. Seperti konflik antara menantu perempuan dengan ibu mertua, konflik antara sesama ipar perempuan, dan konflik antara istri dengan gundik. Sejak dulu hingga sekarang, semua orang dapat merasakan kekejaman dari pertikaian ini.
Pertikaian di istana Wuze Tian1, pertikaian di istana Luhou2, serta pertikaian di istana Cixi3, semuanya penuh dengan tipu muslihat. Setiap pihak belum merasa puas kalau saingannya belum mati tersingkirkan. Kasus-kasus demikian sangat menyeramkan.
Pada dasarnya, pertikaian-pertikaian ini bermula dari dua kata: hasrat memiliki, dan kata yang tidak mungkin dimiliki adalah sifat pemaaf.
Kaum wanita cenderung lebih tekad daripada kaum pria dan bersifat pencemburu dalam hasrat memiliki. Setahu saya, bhiksuni pun tidak terkecualian. Alkisah, seorang mahabhiksu yang mempunyai beberapa siswi bhiksuni di sisinya. Para siswi ini saling berebut perhatian, akhirnya siswi yang kalah bersaing sempat berniat membunuh gurunya sendiri.
Pikiran semacam ini disebut pelampiasan amarah. Jika gagal memaksakan kehendak, lebih baik hancur bersama daripada merelakan keberhasilan orang lain, seperti bunyi pepatah "lebih baik hancur sebagai giok daripada utuh sebagai batu".
Saya katakan, kekuatan peralihan dari rasa cinta ke rasa benci seorang wanita sangatlah menakutkan.
Tentu saja dalam hal ini kesalahan bukan sepenuhnya ada pada diri wanita, sesungguhnya Wang Deng juga bersalah. Yah, kalau seseorang memang sudah telanjur salah, kesalahan itu sudah susah untuk diperbaiki.
Istri Wang Deng tidak dapat menerima kenyataan adanya wanita lain di sisi suaminya.
Yang Xin berusaha bersikap sabar, namun kesabaran itu ada batasnya. Akhirnya ia melampiaskan amarahnya pada diri Wang Deng.
Kedua wanita itu menolak untuk menyerah.
Bayangkan, betapa dalam penderitaan Wang Deng.
Seperti yang kita ketahui, ada empat kata yang berbunyi "wanita adalah sumber petaka". Akan tetapi, coba renungkanlah, kalau bukan pria yang memulai berbuat salah, tidak mungkin wanita adalah sumber petaka. Mengapa bisa demikian? Penyebabnya satu kata, nafsu. Nafsu birahi pria dan wanita sering menyebabkan bencana yang amat tragis, bahkan dapat menghancurkan sebuah negara. Mengakibatkan kehilangan nyawa sudah cukup parah, yang lebih parah lagi akan menyebabkan runtuhnya sebuah negara. Namun sangat disayangkan, kebanyakan orang memilih terlibat dalam nafsu rendah ini, bahkan maut mengintai nyawa pun tidak disesali.
Inilah yang dikatakan "Mati di tengah bunga, jadi hantu pun bahagia".
Pada zaman ini, kebanyakan orang tidak lagi dapat mengendalikan diri dalam hal nafsu seks. Kebanyakan orang secara diam-diam mendatangi tempat hiburan maksiat untuk melakukan perselingkuhan. Yang lebih parah lagi, ada yang sampai mengabaikan norma keluarga, bahkan ada yang melakukan hubungan sejenis. Jumlah petaka yang diakibatkannya sungguh tak dapat dihitung dengan jari.
Banyak pula kematian yang disebabkan oleh bencana nafsu birahi!
Renungkanlah hal berikut ini,
Perempuan zinah membunuh suami.
Suami membunuh perempuan zinah.
Suami membunuh pria zinah.
Pria zinah membunuh suami orang.
Istri membunuh gundik.
Gundik membunuh istri, dan sebagainya.
Berdasarkan angka statistik, 80% dari kasus pembunuhan disebabkan oleh motif cinta. Separuh di antaranya dilakukan secara langsung, dan separuhnya lagi dilakukan secara tak langsung. Sungguh sebuah angka perbandingan yang sangat tinggi. Ada juga kematian yang disebabkan kehabisan energi karena sang korban menuruti kehendak nafsu rendah. Itu memang cari mampus. Kelihatannya mati wajar, padahal sesungguhnya bukan demikian. Semua ini disebabkan keserakahan. Oleh karena itu, kebanyakan kasus kematian semacam ini adalah mati konyol.
Saya pernah menulis sebuah syair:
Pedang pusaka di balik wanita
Tidak untuk Arya tapi manusia biasa
Meski bukan untuk memenggal kepala
Diam-diam menggiring ke arah binasa
Perihal nafsu rendah di mata orang awam dianggap sebagai karunia, di mata seorang sadhaka dianggap sebagai malapetaka.
Manusia awam menerimanya sebagai berkah, maka bencana pun segera tiba.
Para Arya dapat mengatasinya, maka kebijaksaan pun semakin tinggi hingga memperoleh mahasukha.
Renungilah hal berikut:
1. Gagal memenuhi nafsu rendah, timbul rasa benci.
2. Berhasil memuaskan nafsu rendah, namun setelah
kenikmatan menjadi hambar, timbul rasa benci.
3. Timbul rasa benci setelah kehilangan nafsu rendah yang
pernah dimiliki.
Pokoknya, penuh dengan marabahaya, penuh dengan bencana.

* * *

Hubungan cinta di luar nikah antara Wang Deng dan Yang Xin telah mengakibatkan pertikaian di antara istri dan gundik. Lama kelamaan kasih sayang Wang Deng terhadap Yang Xin pun menjadi hambar. Hubungan ini menjadi beban yang melelahkan sehingga ia juga merasa lelah, ia mulai hilang kesabaran. Wang Deng merasakan betapa kesalahan langkahnya telah menyebabkan sebuah keluarga yang harmonis menuju sengsara yang berkepanjangan. Di pihak Yang Xin, rasa dendam semakin hari semakin menjadi-jadi. Suatu hari, ia sudah kehilangan akal sehat. Dengan membawa putrinya yang masih anak balita, mereka terjun bunuh diri di sungai.
Yang Xin sudah mati, demikian pula putrinya. Sebuah tragedi dari hubungan intim di luar nikah!
Setelah kejadian tragis ini, Wang Deng sering terbangun dalam mimpi larutnya. Ia merasa tubuhnya dingin di tengah malam. Ia menderita insomnia dan jantung berdebar-debar. Sekonyong-konyong ia melihat Yang Xin dan putrinya bergandengan tangan menatap dirinya dari kegelapan.
Kejadian aneh pun muncul. Wang Deng dapat merasakan Yang Xin selalu berada di sisinya. Suara langkah kakinya terdengar di tengah malam, kursi bergeser tempat, pintu menutup sendiri, tembok mengeluarkan suara aneh. Sering pula ada suara berlarian anak kecil.... Ini masih tak seberapa, kompor gas yang jelas-jelas sudah dimatikan, tiba-tiba menyala sendiri. Yang lebih aneh lagi, Wang Deng yang susah tidur dan nyeri otot, begitu bangun tidur, tubuhnya memar di mana-mana. Sampai wajah dan leher pun demikian, sungguh menyeramkan, seolah-olah babak belur digebuki orang banyak.
Wang Deng memohon petunjuk pada dewa.
Dewa menjawab, "Digebuki setan!"
Ia meminta fu dari Dewa Adipati Lima Wilayah untuk ditempelkan di rumah. Baik di pintu maupun di jendela sudah penuh dengan fu, namun wajahnya tetap babak belur. Oleh karena itu, ia mengundang tandu Dewa Adipati Lima Wilayah dan seorang medium untuk mengadakan ritual di rumahnya. Tandu dewa diarak berkeliling rumah, si medium membacok tubuh sendiri dengan pedang hiu sampai berlumuran darah, sambil melukis fu dan menjapa mantra. Segala kemampuan sudah digunakan, namun hasilnya tetap nihil.

* * *

Setelah Wang Deng usai menceritakan kejadiannya, ia memperlihatkan bekas memar di bagian dada dan punggungnya. Seolah-olah ia menjalani pengobatan alternatif ‘penyedotan api’ yang dewasa ini sedang trendy. Biasanya cara pengobatan ini akan meninggalkan bekas memar di tubuh dalam beberapa waktu.
Saya cukup terkejut atas kejadian ini semua.
Saya bertanya, "Sudahkah Anda memeriksakan diri ke dokter?"
"Tentu, tapi dokter tidak mengetahui penyebabnya. Menurut petunjuk dewa, saya digebuki setan. Ritual telah dilakukan, tetap saja percuma. Hari ini saya sengaja menemui Anda dengan harapan Anda dapat membantu saya mengatasi kesulitan ini."
Saya menoleh dan bertanya pada Yang Xin yang tak berwujud, "Bagaimana kalau damai?"
Yang Xin menjawab, "Saya meninggal dengan penuh dendam dan penderitaan, tidak bisa damai."
Saya coba memberi nasihat pada Yang Xin, "Dendam jangan dibalas dengan dendam."
Yang Xin bertanya, "Mengapa istrinya yang keji dan pencemburu itu tidak mendapatkan pembalasan karma?"
Saya tidak dapat menjawabnya.
Yang Xin berkata, "Petaka yang saya alami ini sangat tidak adil. Kemarahan saya baru dapat terlampias jika mereka sudah mendapatkan pembalasan karma yang setimpal."
Saya berkata pada Yang Xin, "Bagaimana kalau saya mengantar Anda dengan ritual upacara?"
"Percuma," jawab Yang Xin, "sebab saya memiliki amanat suci."
Yang Xin mengeluarkan sehelai panji kecil berwarna hitam, rupanya panji milik alam neraka. Tidak heran kalau Dewa Adipati Lima Wilayah pun tak dapat berbuat banyak.
"Bagaimana kalau saya menyeberangkan arwah Anda?"
"Saya tidak sudi diseberangkan," Yang Xin bersikeras.
"Kalau saya memiliki amanat suci Bodhisattva Ksitigarbha?"
Yang Xin menjawab, "Bagaimana mungkin Anda memilikinya?"
"Saya dapat mengutus Raja Cakravattin4 untuk menahan Anda, lalu mengirim Anda beserta putri untuk berpatisandhi di enam alam gati, agar tidak terus-menerus menampakkan wujud dan mengganggu manusia. Kejadian ini, Anda sendiri juga berdosa, tragedi ini juga diakibatkan oleh ketidakmampuan Anda untuk menahan nafsu rendah. Wang Deng dan istrinya tidak bertanggung jawab sepenuhnya. Pikirkanlah baik-baik."
Saya mengeluarkan panji Bodhisattva Ksitigarbha.
Panji ini adalah:
Amanat yang malang melintang di langit dan bumi
Berkekuatan besar menyelamatkan makhluk hidup
Memancarkan cahaya terang lima ribu berkas
Bernamaskara pada Bodhisattva atas budi perlindungan
Begitu panji ini dikibarkan, payung suci dan pataka muncul di ketinggian angkasa. Dengan pancaran cahaya cemerlang, Bodhisattva Ksitigarbha muncul di bawah payung suci dengan beralaskan teratai suci yang beraneka warna. Tiga pelita emas ditempatkan di hadapan Bodhisattva yang juga dikelilingi oleh perhiasan bercahaya.
Bodhisattva Ksitigarbha dengan sebuah teratai emas di tangan bersabda,
Singgasana teratai emas
Bermaitri karuna pada umat manusia
Memancarkan cahaya mulia
Buddhaloka muncul di hadapan
Saya menyadari bahwa, begitu terkena pancaran cahaya teratai emas ini, ikatan karma buruk pada Yang Xin dan putrinya akan lenyap seketika. Begitu dipancarkan sekali lagi, rasa dendamnya pun lenyap sudah. Begitu pula kemelekatannya, niat balas dendamnya, dan amarahnya juga sirna.
Kini Yang Xin telah berhasil mengatasi kemelekatan pada kemewahan duniawi dan telah timbul pula pikiran yang suci murni. Ibu dan putri berjalan menuju singgasana teratai. Ketika itu langit
menampakkan fenomena yang menakjubkan. Dalam sekejap, mereka pun menempuh Buddhaloka.
Saya tahu bahwa ritual penyelamatan manfaat unik sunya dan nyata ini kelak akan digunakan oleh Bodhisattva Maitreya saat kembali terlahir di dunia saha dalam misi penyelamatan. Sadhana ini sebenarnya adalah Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar, yakni begitu cahaya pikiran Bodhisattva Maitreya dipancarkan ke pikiran makhluk hidup, segenap karma buruk langsung lenyap seketika. Kemudian pikiran makhluk hidup akan ditransformasi menjadi pikiran Bodhisattva Maitreya. Ini adalah Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar, yakni semua makhluk yang terpancar cahaya ini akan berubah dan segera menyeberang ke Buddhaloka.
Setahu saya, para Buddha dan Bodhisattva menyelamatkan makhluk hidup melalui berbagai metode yang berbeda, namun hasilnya adalah sama:
Buddha Vairocana dengan Kebenaran Mutlak
Buddha Sakyamuni dengan Kebijaksanaan
Bodhisattva Nagarjuna dengan Pandangan Tengah
Bodhisattva Padmasambhava dengan Yoga
Bodhisattva Maitreya dengan Kesadaran
Buddha Amitabha dengan Alam Suci
Panji Bodhisattva Ksitigarbha yang saya gunakan ini mirip dengan Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar. Panji ini sesungguhnya berada pada langit di luar langit. Sesungguhnya mencapai ke-Buddha-an tak perlu menggunakan apa-apa, terlahir di alam suci hanya terpaut satu niat saja.

* * *

Wang Deng bertanya padaku, "Bagaimana cara Anda mengatasi masalah ini?"
Saya menjawab sambil mengibarkan panji kecil di tangan, "Sudah diselesaikan."
"Dengan cara apa?"
"Pikiran bagaikan pelukis yang mampu melukis berbagai alam. Begitu lima skanda muncul, segala metode pun timbul."
"Apa itu metode pikiran?"
"Cahaya spiritual."
Saya jelaskan pada Wang Deng, "Di masa mendatang, Bodhisattva Maitreya yang terlahir di dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup pada Tiga Pertemuan Puspa Naga, akan menggunakan metode Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar. Terjerumus ke tiga alam samsara disebabkan oleh pikiran, dan semua fenomena berasal dari kesadaran. Setelah terkena pancaran cahaya spiritual Bodhisattva Maitreya, pikiran makhluk hidup menjadi sama dengan pikiran Bodhisattva Maitreya. Oleh karena itu, semua makhluk hidup akan memperoleh penyelamatan pada Tiga Pertemuan Puspa Naga kelak."
Setelah mendengarkan hal ini, Wang Deng berkata, "Saya juga ingin mempelajari Buddhadharma."
Saya berkata, "Baiklah, orang belajar Dharma dapat melampaui kehidupan materialistis. Kebutuhan duniawi hanya dapat memberikan rangsangan sesaat yang sebenarnya adalah gelombang kebodohan dan khayalan yang selamanya mengganggu ketenangan pikiran. Tanpa bahagia yang teduh, bagaimana mungkin kebahagiaan sejati dapat ditemukan?" "Bagaimana cara mempelajari Dharma?"
"Terlebih dahulu lenyapkan lobha, dosa, dan moha."
"Manfaatnya?"
"Pikiran penuh dengan cahaya."
Wang Deng berlutut dan berguru pada saya.
Setelah ia pulang ke rumah, kejadian-kejadian aneh di rumahnya ternyata hilang semua. Ia kembali dapat tidur dengan normal, memar sekujur tubuh pun hilang, demikian juga rasa nyeri di persendian sudah sembuh. Ia terus berseru, "Buddha Hidup Lian Sheng sungguh menakjubkan!"
Keluarga Wang Deng kemudian bersarana pada agama Buddha, dan mereka pun tekun mengamalkan kebajikan.
_____________________
1 Ratu dalam sejarah Tiongkok.
2 Tokoh wanita istana dalam sejarah Tiongkok
3 Seorang ibu suri pada dinasti Qing di Tiongkok
4 Dewa yang memutuskan tempat terlahirnya arwah enam gati.

Jumat, 06 Februari 2009

SELAMAT DATANG - WELCOME

Hai... semuanya pembaca setia buku karya Sheng-yen Lu di Indonesia
kini Budaya Daden Indonesia Menghadirkan Blog untuk anda semuanya dapat sharing bersama.

Go.go... Daden Indonesia